Tasawuf Dalam Masyarakat Sasak
Suku Sasak adalah penduduk asli Pulau Lombok, dan mayoritas masyarakatnya beragama Islam. Kata Sasak sendiri berasal dari penyebutan lisan "Sa' Saq" yang berarti "Yang Satu". Sedangkan kata Lombok sendiri berasal dari kata "Lomboq" yang berarti "Lurus". Agama Islam diperkirakan masuk ke Lombok pada abad ke 16 M yaitu pada tahun 1545 M. Penyebarnya yang terkenal adalah Sunan Prapen, salah seorang putera Sunan Giri.
Seiring dengan perkembangan Agama Islam, masyarakat Lombok juga mengenal adanya ilmu Tasawuf di kemudian hari. Tasawuf merupaka jalan untuk mengenal Allah (Ma'rifatullah) dengan sebanar-benarnya melalui tersingkapnya pembatas (hijab) yang mebatasi hamba dengan Allah. Untuk mencapai derajat kesempurnaan (Insan Kamil). Tasawuf adalah pelatihan dengan kesungguhan untuk dapat membersihkan, memperdalam, mensucikan jiwa atau rohani manusia. Hal ini dilakukan untuk melakukan pendekatan atau taqarrub kepada Allah dan dengannya segala hidup dan fokus yang dilakukan hanya untuk Allah semata.
Mengenai Tasawuf beberapa sufi menyandarkan pengertian dan dasar-dasarnya kepada ayat Al Qur'an. Berikut adalah ayat-ayat Al Qur'an yang berkenaan dasar Tasawuf menurut beberapa sufi:
1. QS Al Baqarah ayat 115
"Dan kepunyaan Allah lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (Rahmat_Nya) lagi Maha Mengetahui".
2. QS Al Baqarah ayat 186
"Dan apabila hamba-hamba_Ku bertanya kepadamu tentang Aku, Maka (jawablah) bahwasanya aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila ia memohon kepada_Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah_Ku) dan hendaklah mereka beriman kepda_Ku, agar mereka selalu dalam kebenaran".
3. QS Qof ayat 16
"Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya".
4. QS Al Kahfi ayat 65
"Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba diantara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami".
Pada mulanya para sufi mengajarkan ajaran Tasawuf terbatas kepada beberapa muridnya saja, yang akhirnya menyebar menjadi beberapa kerukunan atau ikatan kekeluargaan. Para murid yang menerima ajaran dari para sufi yang sealiran akhirnya membentuk suatu faham atau aliran tertentu yang dengan aliran dan corak Tasawuf masing-masing. Metode dan aliran itulah yang akhirnya membentuk suatu kelompok yang disebut "Thoriqot" atau "Tarekat" dalam bahasa Indonesia. Di Indonesia istilah "Tarekat" juga merujuk kepada perkumpulan orang-orang yang merupakan pengikut dari aliran-aliran tasawuf. Sedangkan di Timur Tengah dipakai istilah "Tho'ifah" yang berarti keluarga atau persaudaraan. Contohnya adalah Tarekat Khalawatiyah, Tarekat Naqsyabandiyah, Tarekat Qadariyah, Tarekat Rifa'yah, Tarekat Syaziliah dll. "Thoriqot" berasal dari kata "Thoriq" yang berarti jalan. Sedangkan untuk memasuki "jalan" itu haruslah kita melangkah untuk "memulai" nya. "Memulai" dalam bahasa Arab adalah "Syara'a" yang merupakan asal kata dari "Syari'at".
Disinilah bahwasanya "Thoriqot" atau "Tarekat" adalah jalan yang oleh para sufi digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari "Syari'at". Hal inilah yang menunjukkan bahwa menurut para sufi, pendidikan "Tasawuf" merupakan jalan yang berasal dari hukum Allah (Syari'at) sebagai pijakan semua Muslim. Tidak mungkin kita akan memasuki sebuah jalan jika tidak ada langkah untuk memulainya (Syari'at) sebagai permulaan. Bahwasanya pengalaman Tasawuf tidak mungkin di dapat bila perintah "Syari'at" yang mengikat tidak dita'ati terlebih dahulu dengan seksama.
Orang yang belajar tarekat akan melakukan"Suluk" yang secara harfiah berarti menempuh (jalan). Dalam kaitannya dengan Sufisme kata Suluk berarti menempuh jalan (spiritual) untuk menuju Allah. Menempuh jalan Suluk (Bersuluk) mencakup sebuah disiplin seumur hidup dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris agama Islam (Syari'at) sekaligus aturan-aturan esoteris agama Islam (Hakikat). Bersuluk juga mencakup hasrat untuk mengenal diri, memahami esensi kehidupan, pencarian Tuhan, dan pencarian kebenaran sejati (Ilahiyah), melalui penempaan diri seumur hidup dengan melakukan syari'at lahiriah sekaligus syari'at bathiniah demi mencapai kesucian hati untuk mengenal diri dan Tuhan.
Seseorang yang melakukan Suluk (bersuluk) disebut "Salik". Seorang Salik adalah seseorang yang menjalani disiplin spiritual dalam menempuh jalan "Sufisme" untuk membersihkan dan memurnikan jiwanya. Dalam masyarakat Sasak banyak hal yang dilakukan saat bersuluk. Zaman dahulu masyarakat Sasak pergi ke Gunung Rinjani untuk mencari ketenangan dari hiruk pikuk dunia agar bisa mendekatkan diri kepada Allah. Salik juga sering disebut sebagai murid ketika menjalani tarekat dibawah bimbingan guru sufi tertentu (Mursyid).
Bagi kalangan sufi "silsilah" atau garis keguruan seorang "Mursyid" sangat penting, karena menyangkut hubungannya dengan guru-guru tarekat yang lain dimana nanti akan kembali ke Nabi Muhammad SAW. Karena para sufi mengakui bahwa dasar-dasar pemikiran dan amalan sebuah tarekat berasal dari Rasulullah secara langsung.
Idealnya setiap Mursyid yang tercantum dalam sebuah silsilah merupakan murid langsung dari Mursyid sebelumnya, walaupun pada kenyataannya tidak selalu demikian. Terkadang dua orang yang berurutan dalam sebuah silsilah tidak pernah berjumpa secara langsung, karena Mursyid yang pertama wafat sebelum Mursyid yang kedua lahir. Atau mereka tinggal di negeri yang berjauhan sehingga sangat mustahil untuk bisa bertemu secara langsung. Tetapi pertemuan itu terjadi melalui komunikasi secara spiritual, yaitu pertemuan lewat wujud ruhaninya. Hubungan yang demikian itu sering disebut sebagai "Barzakhy" ataupun"Uwaisy" (Pemberian").
Disebut "Barzakhy" karena pembaiatan seorang Mursyid berasal dari alam barzakh, yaitu alam sebagai tempat bersemayamnya ruh bagi orang yang sudah meninggal dunia sebelum datangnya hari kebangkitan. Sedangkan disebut "Uwaisy" atau "Pemberian" didasarkan pada kisah Uwaisy Al Qorni. Seorang pemuda dari Yaman sangat istimewa di mata Rasulullah walaupun beliau tidak pernah bertemu dengannya. Ketika Uwaisy Al Qorni pergi ke Madinah ingin bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, justru Rasulullah sedang tidak ada di rumah karena sedang di medan perang. Sekembalinya dari medan perang Rasulullah menanyakan kepada Aisyah RA mengenai orang yang mencarinya itu. Aisyah menanyakan siapakah gerangan pemuda Yaman tersebut. Saat itu Rasulullah SAW mengatakan "Uwaisy sangat taat kepada ibunya, adalah penghuni langit". Uwaisy Al Qorni dipercaya diislamkan oleh Rasulullah walaupun tidak pernah bertemu secara langsung. Sampai-sampai Rasulullah berpesan kepada Umar Bin Khattab dan Ali Bin Abi Thalib "Suatu ketika ketika kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a dan istigfarnya, dia adalah penghuni langit bukan orang bumi".
Di masyarakat Sasak sendiri mayoritas menjadi pengikut tarekat Naqsabandiyah, yang didirikan oleh Muhammad Bin Baha'uddin Al Huwaisyi Al Bukhari (717-791 H). Pendiri tarekat ini juga dikenal dengan nama Naqsabandiy yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata "Huwaisy" pada namanya karena ia ada hubungan dengan Uwaisy Al Qorni. Ada enam dasar yang menjadi pegangan untuk mencapai tujuan dalam tarekat ini, yaitu:
1. Taubat
2. Uzla (mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang dianggapnya telah mengingkari ajaran-ajaran Allah dan beragam kemaksiatan, sebab ia tidak mampu memperbaikinya).
3. Zuhud (tidak mementingkan hal-hal yang bersifat keduniawian dengan kata lain memanfaatkan dunia untuk keperluan hidup seperlunya saja).
4. Taqwa
5. Qona'ah (menerima dengan senang hati segala sesuatu yang diberikan oleh Allah SWT).
6. Taslim (kepatuhan dan penyerahan diri hanya kepada Allah SWT)
Tidak lupa juga kita harus waspada jangan sampai keinginan mempelajari Tasawuf justru membawa kita ke ajaran yang menyimpang dan jauh dari akhidah Islam yang sesungguhnya.
Wallohu A'lam Bisshawwab....
Orang yang belajar tarekat akan melakukan"Suluk" yang secara harfiah berarti menempuh (jalan). Dalam kaitannya dengan Sufisme kata Suluk berarti menempuh jalan (spiritual) untuk menuju Allah. Menempuh jalan Suluk (Bersuluk) mencakup sebuah disiplin seumur hidup dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris agama Islam (Syari'at) sekaligus aturan-aturan esoteris agama Islam (Hakikat). Bersuluk juga mencakup hasrat untuk mengenal diri, memahami esensi kehidupan, pencarian Tuhan, dan pencarian kebenaran sejati (Ilahiyah), melalui penempaan diri seumur hidup dengan melakukan syari'at lahiriah sekaligus syari'at bathiniah demi mencapai kesucian hati untuk mengenal diri dan Tuhan.
Seseorang yang melakukan Suluk (bersuluk) disebut "Salik". Seorang Salik adalah seseorang yang menjalani disiplin spiritual dalam menempuh jalan "Sufisme" untuk membersihkan dan memurnikan jiwanya. Dalam masyarakat Sasak banyak hal yang dilakukan saat bersuluk. Zaman dahulu masyarakat Sasak pergi ke Gunung Rinjani untuk mencari ketenangan dari hiruk pikuk dunia agar bisa mendekatkan diri kepada Allah. Salik juga sering disebut sebagai murid ketika menjalani tarekat dibawah bimbingan guru sufi tertentu (Mursyid).
Bagi kalangan sufi "silsilah" atau garis keguruan seorang "Mursyid" sangat penting, karena menyangkut hubungannya dengan guru-guru tarekat yang lain dimana nanti akan kembali ke Nabi Muhammad SAW. Karena para sufi mengakui bahwa dasar-dasar pemikiran dan amalan sebuah tarekat berasal dari Rasulullah secara langsung.
Idealnya setiap Mursyid yang tercantum dalam sebuah silsilah merupakan murid langsung dari Mursyid sebelumnya, walaupun pada kenyataannya tidak selalu demikian. Terkadang dua orang yang berurutan dalam sebuah silsilah tidak pernah berjumpa secara langsung, karena Mursyid yang pertama wafat sebelum Mursyid yang kedua lahir. Atau mereka tinggal di negeri yang berjauhan sehingga sangat mustahil untuk bisa bertemu secara langsung. Tetapi pertemuan itu terjadi melalui komunikasi secara spiritual, yaitu pertemuan lewat wujud ruhaninya. Hubungan yang demikian itu sering disebut sebagai "Barzakhy" ataupun"Uwaisy" (Pemberian").
Disebut "Barzakhy" karena pembaiatan seorang Mursyid berasal dari alam barzakh, yaitu alam sebagai tempat bersemayamnya ruh bagi orang yang sudah meninggal dunia sebelum datangnya hari kebangkitan. Sedangkan disebut "Uwaisy" atau "Pemberian" didasarkan pada kisah Uwaisy Al Qorni. Seorang pemuda dari Yaman sangat istimewa di mata Rasulullah walaupun beliau tidak pernah bertemu dengannya. Ketika Uwaisy Al Qorni pergi ke Madinah ingin bertemu dengan Nabi Muhammad SAW, justru Rasulullah sedang tidak ada di rumah karena sedang di medan perang. Sekembalinya dari medan perang Rasulullah menanyakan kepada Aisyah RA mengenai orang yang mencarinya itu. Aisyah menanyakan siapakah gerangan pemuda Yaman tersebut. Saat itu Rasulullah SAW mengatakan "Uwaisy sangat taat kepada ibunya, adalah penghuni langit". Uwaisy Al Qorni dipercaya diislamkan oleh Rasulullah walaupun tidak pernah bertemu secara langsung. Sampai-sampai Rasulullah berpesan kepada Umar Bin Khattab dan Ali Bin Abi Thalib "Suatu ketika ketika kalian bertemu dengan dia, mintalah do'a dan istigfarnya, dia adalah penghuni langit bukan orang bumi".
Di masyarakat Sasak sendiri mayoritas menjadi pengikut tarekat Naqsabandiyah, yang didirikan oleh Muhammad Bin Baha'uddin Al Huwaisyi Al Bukhari (717-791 H). Pendiri tarekat ini juga dikenal dengan nama Naqsabandiy yang berarti lukisan, karena ia ahli dalam memberikan gambaran kehidupan yang ghaib-ghaib. Kata "Huwaisy" pada namanya karena ia ada hubungan dengan Uwaisy Al Qorni. Ada enam dasar yang menjadi pegangan untuk mencapai tujuan dalam tarekat ini, yaitu:
1. Taubat
2. Uzla (mengasingkan diri dari masyarakat ramai yang dianggapnya telah mengingkari ajaran-ajaran Allah dan beragam kemaksiatan, sebab ia tidak mampu memperbaikinya).
3. Zuhud (tidak mementingkan hal-hal yang bersifat keduniawian dengan kata lain memanfaatkan dunia untuk keperluan hidup seperlunya saja).
4. Taqwa
5. Qona'ah (menerima dengan senang hati segala sesuatu yang diberikan oleh Allah SWT).
6. Taslim (kepatuhan dan penyerahan diri hanya kepada Allah SWT)
Tidak lupa juga kita harus waspada jangan sampai keinginan mempelajari Tasawuf justru membawa kita ke ajaran yang menyimpang dan jauh dari akhidah Islam yang sesungguhnya.
Wallohu A'lam Bisshawwab....