Minggu, 30 Juni 2019

Kampung Bena

Kampung Bena, Flores NTT



Kampung Bena merupakan salah satu kampung adat tertua di daratan Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kampung adat Bena masuk dalam wilayah Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere, Kabupaten Ngada, NTT sekitar 19 KM dari Bajawa yang merupakan ibukota Kabupaten Ngada. Kampung ini terkenal karena masih mempertahankan adat istiadat bahkan rumah adat mereka. 

Kampung adat Bena dari sisi utara
Kampung adat Bena berada di kaki gunung Inerie yang sejuk sehingga menambah kesan alami pada kampung ini. Saat memasuki kampung ini kita akan melihat sisa-sisa zaman megalitikum dengan monumen batu-batu besar di beberapa sudut kampung. Bentuk kampung Bena memanjang dari utara ke selatan, memiliki satu pintu masuk di sebelah utara dan bagian merupakan ujung Desa yang terletak di ujung tebing terjal. Bagi warga Bena, mereka percaya bahwa di puncak gunung Inerie yang memiliki ketinggian 2.245 MDPL bersemayam Dewa Zata yang melindungi mereka. Petualang dan pendaki akan berdatangan ke gunung Inerie pada musim kemarau (Juli dan Agustus). 
Tugu batu peninggalan era megalitikum
Ujung Selatan kampung Bena dengan gunung Inerie di kejauhan
Kampung Bena memiliki sekitar 45 rumah yang saling berhadap-hadapan. Konon bangunan-bangunan yang ada masih sama dengan bangunan masa megalitikum lebih dari 1000 tahun lalu. Selain rumah adat kehidupan dan budaya masyarakatnya juga masih menjaga kearifan lokal dan hidup berbaur dengan alam.

Kapung Bena dari sisi Selatan
Berdasarkan informasi masyarakat setempat terdapat 9 klan yang tinggal di kampung Bena yaitu: Bena, Dizi, Dizi Azi, Wahtu, Deru Lalulewa, Deru Solamae, Ngada, Khopa dan Ago. Setiap klan hidup di tingkat yang berbeda, dengan klan Bena di tengahnya. Hal ini karena Bena dianggap sebagai klan tertua dan pendiri kampung, maka adalah hal wajar kemudian kampung ini disebut kampung Bena. Mereka berkomunikasi satu dengan lainnya menggunakan bahasa Ngadha. Dari segi agama masyarakat Bena beragaama Katolik, namun demikian mereka masih mengikuti kepercayaan kuno yaitu pemujaan leluhur, ritual dan tradisi. Masyarakat kampung Bena yang laki-laki bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan yang perempuan kenbanyakan menenun kain di rumah.

Bena juga terkenal dengan kain tenunnya
Rumah pusat untuk laki-laki disebut " Sakalobo" yang dikenali dengan patung laki-laki memegang parang dan tombak yang ditempatkan di atas rumah. Sedangkan rumah untuk perempuan disebut "Sakapu'u". Kita juga akan menjumpai rumah yang dihiasi dengan tanduk kerbau, rahang ataupun taring babi hutan yang menunjukkan status sosial pemiliknya. 

Rumah dengan hiasan tanduk kerbau di depannya
Di tengah-tengah kampung Bena ada bangunan rumah kecil yang disebut Ngadhu dan Bhaga. Ngadhu melambangkan nenek moyang laki-laki, dimana Ngadhu adalah miniatur rumah dinaungi sebuah payung yang berdiri diatas pilar berukir. Akarnya harus memiliki 2 cabang yang telah ditanam pada sebuah upacara adat dengan darah babi atau ayam. 

Latar belakang Ngadhu dan Bhaga

Ngadhu yang strukturnya seperti payung raksasa
 Sedangkan Bhaga adalah simbol nenek moyang perempuan. Bhaga adalah rumah tradisional kecil yang siap menerima mempelai pria dari gadis-gadis kampung Bena yang dikawinkan dengan dengan orang luar. Setiap Bhaga memiliki ukiran sedangkan di atapnya ada senjata yang dimaksudkan untuk melindungi dari roh-roh jahat. Karena di kampung Bena ada 9 klan, maka di kampung ini ada 9 pasang Ngudhu dan Bhaga.

Bhaga yang mirip miniatur rumah
Jika mau berkunjung ke kampung Bena alangkah baiknya menginap di kota Bajawa, karena disana banyak hotel dan penginapan serta jaraknya juga tidak terlalu jauh dari Bena. Bagi yang datang dari kota Ende bisa turun di simpang Mataloko.

Salam Lestari,,,!!!


Senin, 17 Juni 2019

Gunung Tambora: Jalur Desa Pancasila

Tambora: Jalur Desa Pancasila 


Sejarah letusan Tambora
Gunung Tambora adalah gunung berapi strato aktif yang terletak di pulau Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Gunung ini meliputi 2 kabupaten yaitu Kabupaten Dompus dan Kabupaten Bima. Gunung Tambora terkenal dengan letusannya yang dahsyat pada 05 April 1815 yang konon dentumannya terdengar sampai Batavia (Jakarta) selama 15 menit dan membuat langit Jakarta gelap gulita sehari setelah letusan (Catatan Gubernur Jenderal Hindia Belanda Stamfford Raffles dalam memoarnya The History Of Java). Raffles menulis ledakan tersebut sempat dikira ledakan meriam yang menyerang pasukannya di Yogyakarta. Pada tanggal 06 April 1815 sinar matahari tertutup dan "hujan abu" dalam jumlah kecil mulai menyelimuti Sulawesi dan Gresik. Konon letusan Gunung Tambora merupakan letusan gunung terbesar dalam catatan sejarah modern, yang juga sempat menggelapkan Eropa setelah letusan.

Kini Gunung Tambora menyisakan sebuah kawah vulkanik dengan diameter sangat besar yang menjadi salah satu daya tarik pendaki untuk mendakinya. 

Kawah Gunung Tambora


Untuk menuju puncak Gunung Tambora ada 2 alternatif jalur yang biasa dipergunakan, yaitu jalur Doro Ncanga bagi pecinta motor trail dan mobil offroad karena melewati padang savana dan jalur Desa Pancasila bagi para petualang yang menyukai trekking dengan hawa hutan tropis yang masih asri. Namun kali ini kita mencoba mengupas jalur Desa Pancasila yang lebih menantang karena jalur trekking yang lumayan panjang.

Perjalanan ke Desa Pancasila
Desa Pancasila merupakan Desa terkahir di kaki Gunung Tambora yang masuk wilayah Kecamatan Pekat Kabupaten Dompu. Jika kita datang dari arah barat maka sebelum Kota Dompu harus belok kiri di simpang Banggo, namun jika datang dari arah timur maka harus mengambil arah kanan di Simpang Banggo. Perjalanan dari Dompu ke Desa Pancasila memakan waktu sekitar 3,5 jam dengan kondisi jalan yang tidak terlalu ramai dan cenderung lengang.

Sebelum tiba di Desa Pancasila periksa terlebih dahulu kelengkapan logistik agar bisa mampir di pasar Kedindi untuk melengkapi kebutuhan logistik yang dirasa kurang. Perjalanan ke Desa Pancasila mungkin akan sedikit membosankan karena kondisi panas matahari yang terik dan berdebu, namun semuanya akan terbayar saat sudah memasuki Desa Pancasila yang sejuk. Memasuki Desa Pancasila dan gerbang pendakian, ada baiknya menitipkan kendaraan di rumah-rumah penduduk jika memang membawa kendaraan sendiri. Biasanya para pendaki menitipkan kendaraannya di rumah terakhir sebelum memasuki kawasan kebun kopi, yang merupakan titik paling dekat dengan pos pemeriksaan pendakian.

Foto Jalur Pendakian Gunung Tambora

Titik awal pendakian di Desa Pancasila

Perjalanan ke Pos 2
Jika kita sampai di Desa Pancasila siang hari, maka ada baiknya segera bergegas memulai pendakian agar tidak sampai malam di pos 2. Perjalanan akan dimulai dari gazebo pemeriksaan di kawasan kebun kopi milik masyarakat transimigrasi yang berasal dari beberapa daerah terutama transimigran dari Bali dan Lombok. Dari kebun kopi perjalanan akan memakan waktu sekitar 1,5 - 2 jam untuk tiba di pos 1. Perjalanan tidak terlalu melelahkan karena jalurnya agak landai dan hampir tidak ada tanjakan yang menguras banyak energi. Di pos 1 ada baiknya berhenti terlebih dahulu sambil mengisi botol minuman yang mungkin sudah mulai kosong.

Pos 1 Gunung Tambora

Jika istirahat sudah dirasa cukup perjalanan ke pos 2 akan dilanjutkan kembali, dimana kali ini jalurnya agak sedikit menanjak dan siap-siap merunduk melewati pohon tumbang yang rata-rata ukurannya sangat besar. Perjalanan dari pos 1 ke pos 2 memakan waktu sekitar 1 - 2 jam tergantung kondisi fisik dan kecepatan para pendaki. Kondisi pos 2 sama dengan pos 1 yang terdapat kali kecil sehingga tidak kesulitan untuk keperluan air minum maupun memasak. Walaupun waktu belum malam saat tiba di pos 2 sebaiknya ngecamp disini saja agar tidak kesulitan ke sumber air. Di pos 3 memang ada sumber air juga tapi tidak sedekat sumber air di pos 2.

Pos 2 Gunung Tambora


Menuju Base Camp Pos 4
Pagi hari setelah sarapan di pos 2 perjalanan menuju base camp pos 4 dimulai, kali ini kita harus hati-hati karena setelah pos 2 kita akan menjumpai banyak tumbuhan "Jelateng" yang terkenal dengan racunnya. Walaupun tidak berbahaya tapi lumayan membuat kulit terasa perih dan terbakar. Ada baiknya tidak sembarangan berpegangan pada semak-semak di sepanjang perjalanan agar terhindar dari rasa perih daun "Jelateng". Walaupun tidak seperih "putus cinta" tetap saja kita harus menghindarinya😂. Setelah melakukan perjalanan sekitar 2-3 jam kita akan tiba di pos 3 yang sejuk dan dan sayup-sayup terdengar suara aliran sungai dan burung-burung di kejauhan sana. Beristirahat lah sejenak sambil menikmati snack maupun segelas kopi untuk menghangatkan suasana.

Perjalanan menuju pos 3

Dari pos 3 menuju pos 4 juga tidak terlalu jauh karena perjalanan hanya memakan waktu 3 jam dalam kondisi santai sehingga sebelum sore kita sudah sampai di pos 4. Walaupun ada pos 5 yang lokasinya lebih dekat dengan puncak alangkah baiknya tetap ngecamp di pos 4 agar dekat dengan sumber air. Air di pos 4 tidak sejernih di pos 1 sampai pos 3, karena air di pos 4 hanyalah berupa genangan yang akan berubah warna menjadi keruh bahkan hijau jika naik di Bulan Agustus. Namun walaupun demikian masih layak untuk diminum maupun untuk memasak.

Suasana berkemah di pos 4 Gunung Tambora

Tiba di pos 4 jangan lupa untuk langsung mengambil air untuk keperluan memasak tim. Sambil menunggu malam kita bisa jalan-jalan ke bukit sebelah di saat senja untuk sekedar melihat matahari terbenam di balik pepohonan.

Senja di Pos 4 Gunung Tambora

Summit Attack
Dari base camp pos 4 menuju puncak Gunung Tambora memakan waktu 2,5 - 3 jam tergantung kondisi fisik pendaki. Summit Attack dimulai pukul 2.00 dinihari agar bisa sampai puncak sebelum matahari terbit (sunrise). Jangan lupa membawa bekal dan dan kompor sebagai pengganjal perut sambil menunggu matahari terbit di puncak Tambora. Perjanan tidak terlalu menanjak dan tidak terlalu menguras tenaga sehingga perjalanan akan terasa lebih mudah terutama bagi pendaki yang pernah merasakan Summit Attack di gunung dengan ketinggian diatas 3.000 MDPL. Waktu akan terasa sangat lambat saat menunggu kehangatan mentari yang muncul dari arah timur. Ada baiknya membawa kopi atau minuman jahe untuk menghangatkan badan agar tidak menggigil saat berada di puncak. 

Puncak Tambora 2.851 MDPL

Setelah puas menikmati pemandangan dari puncak Gunung Tambora, jangan buru-buru beranjak dulu. Pastikan semua sampah dari makanan maupun minuman sudah dimasukkan ke dalam katong plastik untuk dibawa turun kembali. Karena kita tidak boleh meninggalkan jejak apa-apa di puncak gunung selain jejak kaki.

Salama Lestari...!!!