Kampung Bena, Flores NTT
Kampung Bena merupakan salah satu kampung adat tertua di daratan Flores, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Kampung adat Bena masuk dalam wilayah Desa Tiwuriwu, Kecamatan Aimere, Kabupaten Ngada, NTT sekitar 19 KM dari Bajawa yang merupakan ibukota Kabupaten Ngada. Kampung ini terkenal karena masih mempertahankan adat istiadat bahkan rumah adat mereka.
Kampung adat Bena dari sisi utara |
Kampung adat Bena berada di kaki gunung Inerie yang sejuk sehingga menambah kesan alami pada kampung ini. Saat memasuki kampung ini kita akan melihat sisa-sisa zaman megalitikum dengan monumen batu-batu besar di beberapa sudut kampung. Bentuk kampung Bena memanjang dari utara ke selatan, memiliki satu pintu masuk di sebelah utara dan bagian merupakan ujung Desa yang terletak di ujung tebing terjal. Bagi warga Bena, mereka percaya bahwa di puncak gunung Inerie yang memiliki ketinggian 2.245 MDPL bersemayam Dewa Zata yang melindungi mereka. Petualang dan pendaki akan berdatangan ke gunung Inerie pada musim kemarau (Juli dan Agustus).
Tugu batu peninggalan era megalitikum |
Ujung Selatan kampung Bena dengan gunung Inerie di kejauhan |
Kampung Bena memiliki sekitar 45 rumah yang saling berhadap-hadapan. Konon bangunan-bangunan yang ada masih sama dengan bangunan masa megalitikum lebih dari 1000 tahun lalu. Selain rumah adat kehidupan dan budaya masyarakatnya juga masih menjaga kearifan lokal dan hidup berbaur dengan alam.
Kapung Bena dari sisi Selatan |
Berdasarkan informasi masyarakat setempat terdapat 9 klan yang tinggal di kampung Bena yaitu: Bena, Dizi, Dizi Azi, Wahtu, Deru Lalulewa, Deru Solamae, Ngada, Khopa dan Ago. Setiap klan hidup di tingkat yang berbeda, dengan klan Bena di tengahnya. Hal ini karena Bena dianggap sebagai klan tertua dan pendiri kampung, maka adalah hal wajar kemudian kampung ini disebut kampung Bena. Mereka berkomunikasi satu dengan lainnya menggunakan bahasa Ngadha. Dari segi agama masyarakat Bena beragaama Katolik, namun demikian mereka masih mengikuti kepercayaan kuno yaitu pemujaan leluhur, ritual dan tradisi. Masyarakat kampung Bena yang laki-laki bermata pencaharian sebagai petani, sedangkan yang perempuan kenbanyakan menenun kain di rumah.
Bena juga terkenal dengan kain tenunnya |
Rumah pusat untuk laki-laki disebut " Sakalobo" yang dikenali dengan patung laki-laki memegang parang dan tombak yang ditempatkan di atas rumah. Sedangkan rumah untuk perempuan disebut "Sakapu'u". Kita juga akan menjumpai rumah yang dihiasi dengan tanduk kerbau, rahang ataupun taring babi hutan yang menunjukkan status sosial pemiliknya.
Rumah dengan hiasan tanduk kerbau di depannya |
Di tengah-tengah kampung Bena ada bangunan rumah kecil yang disebut Ngadhu dan Bhaga. Ngadhu melambangkan nenek moyang laki-laki, dimana Ngadhu adalah miniatur rumah dinaungi sebuah payung yang berdiri diatas pilar berukir. Akarnya harus memiliki 2 cabang yang telah ditanam pada sebuah upacara adat dengan darah babi atau ayam.
Latar belakang Ngadhu dan Bhaga |
Ngadhu yang strukturnya seperti payung raksasa |
Sedangkan Bhaga adalah simbol nenek moyang perempuan. Bhaga adalah rumah tradisional kecil yang siap menerima mempelai pria dari gadis-gadis kampung Bena yang dikawinkan dengan dengan orang luar. Setiap Bhaga memiliki ukiran sedangkan di atapnya ada senjata yang dimaksudkan untuk melindungi dari roh-roh jahat. Karena di kampung Bena ada 9 klan, maka di kampung ini ada 9 pasang Ngudhu dan Bhaga.
Bhaga yang mirip miniatur rumah |
Jika mau berkunjung ke kampung Bena alangkah baiknya menginap di kota Bajawa, karena disana banyak hotel dan penginapan serta jaraknya juga tidak terlalu jauh dari Bena. Bagi yang datang dari kota Ende bisa turun di simpang Mataloko.
Salam Lestari,,,!!!