Senin, 16 September 2019

Sejarah Kota Selong

Sejarah Berdirinya Kota Selong

Kota Selong merupakan ibu Kota Kabupaten Lombok Timur, salah satu Daerah Tingkat II di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Kabupaten Lombok Timur memiliki luas wilayah 1.605,55 KM², dan secara geografis Kabupaten Lombok Timur terletak antara 116⁰ - 117⁰ Bujur Timur dan 8⁰ - 9⁰ Lintang Selatan. Nama Selong berasal dari bahasa Sasak yang artinya adalah tempat pengasingan atau penjara. Nama ini bukanlah tanpa dasar, karena Kota Selong pertama kali dibuka oleh penjajah Belanda sebagai tempat pengasingan bagi tawanan dari Desa Gandor dan Desa Teros. Untuk itulah di pusat Kota Selong ada Dasan Gandor (samping lapangan Nasional) dan Dasan Teros (tepat di Rumah Tahanan Selong). Sejarah berdirinya Kota Selong memang kental dengan kisah heroik para pejuang pada saat Belanda baru saja menguasai Lombok. Perang yang dalam sejarah Lombok dikenal sebagai "Perang Gandor". 
Masjid Raya Al Mujahidin Ikon Kota Selong (credit Bumi Nusantara blogspot)
Sejarah Perang Gandor
Meletusnya perang Gandor sebenarnya dipicu oleh hal sepele, dimana saat itu masyarakat melakukan sabung ayam tanpa izin. Pada peristiwa itu penjajah Belanda menangkap saudara laki-laki dari Jero Rawit yang saat itu menjadi pemimpin (kepala Desa) Apitaik. Jero Rawit merasa malu karena pihak Belanda memenjarakan saudara laki-lakinya. Hukuman itu dirasa sangat tidak adil dan sangat menyinggung kehormatannya sebagai pemimpin Apitaik. Oleh sebaba itu Jero Rawit merasa lebih baik mati atau memberikan malu yang seimbang kepada Belanda yang ada di Sisik (Ibu Kota Lombok Timur saat itu). 
Untuk mencapai maksud tersebut Jero Rawit meminta bantuan kepada Mamiq Mustiasih pemimpin Gandor dan Jero Nursayang pemimpin Teros. Jero Rawit juga meminta bantuan Lalu Talip (Mamiq Ocet) dari Mamelak (Praya), yang kebetulan sakit hati kepada Belanda karena merasa kecewa atas kebijakan Belanda tentang pengaturan dan penempatan personil di Mamelak (Praya). Lalu Talip merasa berjasa ketika perang menumpas kerajaan Mataram di Mayure, tetapi justru tidak mendapatkan kedudukan. Karena itulah bantuan yang diminta oleh Jero Rawit segera dipenuhi dengan mengirimkan pasukan ke Gandor di bawah pimpinan Mamiq Badil. 
Maka pada malam Sabtu 1 Muharam 1314 Hijriah bertepatan dengan 13 Juni 1896 markas Tentara Belanda di Sisik diserang dari arah Barat (Gandor). Pertempuran berlangsung selama beberapa hari sehingga pasukan di bawah pimpinan Mamiq Mustiasih mundur dan bertahan di Gandor. Dalam pertempuran terakhir Gandor akhirnya dibumi hangsukan oleh Belanda yang membuat pasukan perlawanan menjadi kacau balau. 
Peperangan akhirnya dimenangkan oleh pihak Belanda dan menangkap semua pemimpin perang termasuk Jero Rawit, Jero Nursayang dan anaknya Jero Bajang Jambun. Para pemimpin perang Gandor ini akhirnya dibuang oleh Belanda ke Banyuwangi Jawa Timur. Sedangkan Mamiq Mustiasih dan beberapa pasukan dari Gandor dan Teros bisa meloloskan diri ke Mamelak dan bergabung dengan Lalu Talip, dan pasukannya yang berhasil ditangkap diasingkan ke Hutan Selong. Mamiq Mustiasih meninggal dunia di Toyang (wilayah Sakra), Jero Nursayang meniggal di Teros sekembalinya dari Banyuwangi, Sedangkan Jero Rawit dan Jero Bajang Jambun (putra Jero Nursayang) meninggal di Banyuwangi. 
Pada tahun 1896 Belanda membuka hutan Selong dengan "tawanan" Perang Gandor sebagai penduduk pertamanya. Belanda kemudian menjadikan Selong sebagai Onder Afdeling Lombok Timur yang memrupakan tempat kedudukan Controuleur. Jadi bila dilihat dari sejarahnya maka Kota Selong pada tahun 2019 ini berusia 123 tahun. 

*Dari berbagai sumber 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar